|

Raja Metar Bilad Deli Buka Seminar, Menelusuri & Ungkap Sejarah Kejeruan Metar

Editor: Admin
Raja Metar Bila Deli Gelar Seminar


METROINDO.ID
| MEDAN -
Raja Kejeruan Metar Bilad Deli menggelar seminar lokal bertemakan Menelusuri dan Mengungkap Sejarah Kejeruan Metar yang dilaksanakan di Raz Plaza Convention Medan, Sabtu 10 Desember 2022. Seminar yang berlangsung hidmat ini diawali doa bersama dan menyanyikan Indonesia Raya.

Ketua Panitia Datok Agustian Fauzi dengan Gelar Datok Setia Mangku Alam di Kejeruan Metar Bilad Deli ini dalam sambutannya menyebutkan maksud kegiatan seminar ini melaksanakan sebuah forum ilmiah dengan menghadirkan pemateri pakar sejarah untuk menjelaskan, membahas secara terbuka tentang data, fakta dan informasi yang berkenaan dengan sejarah kejeruan metar di negeri Deli sebagai sebuah kerapatan adat, sedangkan tujuannya untuk menelusuri, mengungkap sejarah keberadaan kejeruan metar sebagai bagian dari upaya menyusun dokumen dari sejarah kerajaan metar.

“Peserta seminar berasal dari ormas dan lembaga melayu yang ada di sumatera utara, tokoh masyarakat, cendikiawan dari berbagai etnis dengan nara sumber Dr. Phil. Ichwan Azhari sejarawan dari UNIMED, Dr. Suprayitno, M.Hum sejarawan dari USU dan Tengku Aham Intan selaku zuriat kerajaan metar, sedangkan pemandu seminar Dr. Sri Rezeki, SE, M. Si  dengan gelar Datok Teruni Nara Wangsa Diraja,” sebutnya lebih lanjut.

Dalam paparan Dr. Phil. Ichwan Azhari diungkapkan ada 7 literatur yang relevan mengungkap kerajaan kejeruan metar, terdiri 3 asing yakni Annabel Gallop, Anderson dan Daag Register lalu ada 4 literatur Sumatera Utara yakni Hikayat Deli, Tengku Lah Husni, Tengku Lukman Sinar dan Mohammad Said. John Anderson merupakan utusan Gubernur Inggris di Penang, dia  bertemu dengan Sultan Deli dan sultan sultan lainnya serta orang besar, datuk, bendahara dan raja raja di pantai timur sumatera tahun 1823 untuk menyelidiki potensi Ekonomi Sumatera Timur, dalam laporan Anderson tidak ada disebut bertemu dengan raja Kejeruan Metar dan tidak ada pertemuan dengan utusan Metar walau dia ada mengunjungi Mabar. 

Absennya Metar dalam laporan Anderson ini ditanggapi oleh Tengku Lah Husni dalam bukunya, menurutnya tidak disebutkannya Metar 1823 oleh Anderson menandakan pada masa itu Metar sebagai kejeruan sudah tidak eksis.

Lebih lanjut diungkap Dr. Phil. Ichwan Azhari dalam buku Annabel Gallop (British Library) yang berisi ribuan stempel raja raja Islam se Indonesia, yang dihimpun dari puluhan museum dan lembaga arsip dunia lagi lagi tidak ditemukan ada stempel kejeruan Metar didalamnya. namun katanya menambahkan “baru baru ini diperlihatkan pada saya foto stempel berupa bacaan terdiri dari 4 baris, baris 1. Al-Watsiq Billah, baris 2. …..? Maraja Ibn (titik titik ini team kami ragu namanya, apakah ada silsilah raja raja metar, baris 3. Akjaruan Mitar (mungkin maksudnya “Kejuruan Metar), baris 4. 

Ablad Dali (mungkin maksudnya “Bilad Deli”). Ditemukannya Cap ini mengindikasikan bahwa Metar punya cap dan ini dapat mengkoreksi buku katalog Annabel Gallop, cap/stempel Metar ini dapat diajukan ke British Library dengan didukung penggunaan cap dalam bentuk surat, dokumen tertulis lainnya jika diketemukan,” urainya.

Diungkap Dr. Phil. Ichwan Azhari, Metar baru ada disebutkan dalam buku Tengku Lah Husni dengan Raja Pertamanya Tengku Jalaluddin tapi buku ini tidak menyebut keturunan raja raja Metar selanjutnya padahal bukunya pertama kali terbit tahun 1970 an.

“Namun demikian tahun 1923 Pujangga Kesultanan Deli menulis hikayat yang kemudian dikenal dengan nama Hikayat Deli, walau aslinya diberi nama Hikayat Andalan setebal 196 halaman. Hikayat Deli ini nampak merupakan teks yang ditulis pihak kesultanan dan secara resmi diberikan ke pihak Belanda untuk mendapat pengakuan, dalam edisi ketikan yang saya terima langsung dari Tengku Lukman Sinar tahun 1995, tertera dua dokumen di Hikayat Deli ini dari pihak direktur Perkebunan Belanda (Planters Comite) yang menyebut dokumen ini tanggal : Medan 19 Desember 1923 dan Medan 22 Desember 1923. Dokumen ini aslinya dikirim ke Belanda dan harus ditemukan,” katanya menguraikan.

“Dalam Hikayat Deli inilah saya menemukan di halaman 192 pengakuan keberadaan Metar, dengan demikian keberadaan Metar memang sah diakui secara tertulis dalam silsilah dan asal usul Kesultanan Deli,” katanya sembari perlihatkan copy satu dokumen tentang pengakuan tertulis dari Sultan Deli ke XI bernama Sultan Osman Alsani Perkasa Alamsyah bertarikh 1962, dalam dokumen ini dinyatakan penyerahan kembali wilayah Deli kepada Kejeruan Metar yang sudah disewakan ke pihak perkebunan”.

Sebelum menutup sesi pertama  dan tanya jawab Dr. Phil. Ichwan Azhari sejarawan dari Universitas Negeri Medan (UNIMED) ini mengingatkan pada peserta seminar, dokumen Sultan Deli ke XI ini perlu diteliti aslinya untuk melakukan kritik intern dan ektern dokumennya sesuai metologi sejarah, juga diperlukan klarifikasi pihak Kesultanan Deli. 

Jika dokumen ini otentik maka pihak Kesultanan Deli telah mengakui keberadaan Metar di tahun 1962. Dokumen ini merupakan kelanjutan dari pengakuan Kesultanan Deli di tahun 1962 dalam dokumen yang dikirim ke Belanda. Katanya mengakhiri.

Pada sesi kedua yang dipaparan  Dr. Suprayitno M. Hum sejarawan dari Universitas Sumatera Utara (USU) mengungkapkan Kejeruan Metar dalam sejarah Deli dikenal sebagai bagian dari Kerajaan Kesultanan Deli, namun menurut ahli waris berdasarkan Cop Mohor atau Stempel, raja raja di negeri deli anak turunan dari Kejeruan Metar, dalam laporan Anderson 1823 disebutkan bahwa Kejeruan Metar, Santun dan Ujong adalah anak dari Paderap Raja Deli ke 3 Tuanku Jalaluddin (Kejeruan Metar) turunannya menjadi bangsawan Mabar, Tanjung Mulia dan Percut bahkan urainya lebih lanjut, dalam sebuah silsilah Kerajaan Serdang yang disusun oleh Tengku Andry Duryants tercantum bahwa Tuanku Jalaluddin Gelar Kejeruan Metar, Kejeruan Metar memang eksis di Deli namun riwayat Kejeruan Metar baru disebut dalam beberapa penggal kalimat karena belum pernah ditulis atau diteliti.

Lebih lanjut Dr. Suprayitno, M.Hum mengungkapkan ada 11 nama para penguasa Kejeruan Metar diawali Tuanku Jalaluddin, Tuanku Samsu Ta’jib, Tuanku Nabab Deli Iqra, Tuanku Qamal, Tuanku Syahbudin, Tuanku Sulung, Tuanku Fandi, Tuanku Murad, Tuanku Anwar Murad, Tuanku Muad dan saat ini  yang menjadi penguasa secara turun temurun Tuanku Muhammad Fauzi bergelar Al Mulk Akbar Shah Ibni Tengku Zaini.

Dr. Suprayitno, M.Hum dalam sesi paparannya juga mengungkapkan hancurkan Kejeruan Metar sejak 1877, rumah besar kediaman penguasa Kejeruan Metar dibakar oleh Belanda karena dipandang sebagai pemberontak yang selalu mempengaruhi raja raja lainnya di Deli untuk melawan Belanda, penguasa Kejeruan Metar berkonflik berkisar persoalan hak tanah ulayat yang dikonsesikan kepada Deli Maatschappij oleh Sultan Deli, bahkan tahun 1906, Tuanku Sulung menuntut kembali hak tanah Kejeruan Metar yang disewakan kepada pihak Planters, tapi tidak ditanggapi oleh Sultan Deli. 

“Di tahun 1908, Tuanku Sulung melaporkan kasus ini ke Gubernur Jendral Hindia Belanda di Batavia namun tidak membuahkan hasil, permohonan ini ditolak dengan alasan tidak disertai segel,” sebutnya dalam paparannya.

Secara historis, nasib malang yang pertama kali terjadi akibat akta konsesi perkebunan adalah apa yang dialami oleh Kejeruan Metar Bilad Deli, hak ulayat sebagai penguasa didaerah Mabar, Tanjung Mulia, Helvetia dan sekitarnya lenyap bahkan ahli warisnya pun sama sekali tidak memiliki tanah di tanah leluhurnya, protes Tengku Fandi 1923, 1933 untuk menuntut agar tanah ulayat yang dikonsesikan oleh Sultan Deli kepada Deli Mij (Akta Van Concessie Mabar Deli Toea, 11-7-1871, 2500 Ha) ke Sultan Deli, Residen Sembilan Jari (Michesen) dan ke Gubernur Jendral di Batavia pun tidak digubris. 

Sultan Deli (Makmun Al- Rasyid) sebenarnya sudah menawarkan uang kompensasi sebesar 500 ringgit tiap bulan dan uang makan untuk anak anaknya sebesar 20 ringgit tiap bulan ditolaknya. 

“Kalau perhamba digadji tentu sadja perhamba punya hak djadi hilang” maksudnya hak tanah adat Kejeruan Metar (Mabar dan Tanjung Mulia).” Katanya mengakhiri paparannya.

Sebelumnya Raja Kejeruan Metar Bilad Deli XI, Tengku Muhammad Fauzi, S.Kom, M.H  Gelar Al Mulk Akbar Shah Ibni Tengku Zaini dalam sambutan pembuka seminar, mengucapkan terima kasih pada panitia dan seluruh datok perangkat adat atas terselengaranya seminar sejarah ini, ia berharap seminar sehari ini akan mengungkap sejarah yang ada di Negeri Deli khususnya Wilayah Kejeruan Metar Bilad Deli. 

“Saya berharap pasca seminar ini terbit sebuah buku sejarah Kejeruan Metar Bilad Deli yang bisa dibaca oleh khalayak ramai terkhusus generasi kini dan mendatang,” katanya meminta.

Sebelum acara seminar ditutup tokoh masyarakat melayu yang juga Ketua Badan Koordinasi Pembangunan Masyarakat Pantai Timut (Badko PMPT) H. Syarifuddin Siba, SH, Mhum didaulat panitia memberikan sambutan penutup, dalam sambutan ia mengapresiasi seminar yang digagas perangkat adat Kejeruan Metar, pelurusan sejarah menjadi tanggung jawab moral kita bersama, tidak hanya keturunan kejeruan metar tapi diharapkan para cendikia, budayawan, sastrawan, sejarawan termasuk pemerintah dalam rangka mengurai napak tilas sejarah raja raja melayu yang ada disepanjang pantai timur, ia juga menyebutkan seminar ini sejalan dengan program Badko PMPT yang telah menawarkan Kurikulum Pendidikan Kearifan Lokal Pantai Timur kepada Gubernur Sumatera Utara untuk dijadikan Pergubsu.

Tampak hadir dalam seminar ini Prof. DR. Amrin Fauzi, Prof. Basyaruddin, Syarifuddin Siba, SH.Mhum, Drs. Ok. Awaluddin, Sultan Serdang, Sultan Asahan, Tengku Azhari, Tengku Hermansyah, Tengku Abdul Haris, Tengku Hermansyah. (MI/Hen

Share:
Komentar

Berita Terkini

 
/> -->